Thursday, May 31, 2007

Ketika Kaca Itu Telah pecah


Perspektif
Oleh: Agung Abdullah
Tuesday, 05 September 2006
diambil dari artikel di majalah sinar.
Dalam sebuah kajian, Dr. M. Quraish Shihab pernah bertanya kepada pendengarnya, “Mana yang lebih anda sukai saudara, pacar atau sahabat anda?” Sontak sebagian jamaah menjawab saudaranya lebih disukai. Sebagian lainnya, menjawab kadang-kadang dengan sahabat kita lebih bisa curhat. mendengar jawaban yang kedua itu Ust. Quraish berujar “Itu jawaban yang lebih tepat”.
Dari segi epistimologi, sahabat dapat diartikan teman. Sedangkan dalam pergaulan sahabat sering dikenal dengan yang sahabat kental, yaitu orang yang begitu dekat kepada kita sampai pada tingkat boleh mengetahui rahasia pribadi kita.Menurut Dr. Quraish, dalam Al-Qur`an dijelaskan beberapa tingkatan sahabat. Tingkatan pertama adalah shâhib yang dalam bahasa indonesia menjadi “sahabat”. Boleh jadi shâhib ini tidak seide dengan kita. Tetapi karena dia menemani kita maka kita namakan sahabat dalam perjalanan.
Ada lagi yang lebih tinggi, Al-Qur’an menamainya shâdiq dari kata shidq yang berarti: “benar” atau “jujur”. Sahabat yang baik adalah mereka yang berkata jujur kepada kita. Sikapnya akan selalu benar pada kita.Selain itu, ada yg lebih tinggi lagi. Al-Quran menyebutnya khâlil. Khâlil berasal dari akar kata yang bermakna “celah”. Maksudnya sahabat yang begitu dekat dengan kita. Ikatan persahabatan yang terjalin dengannya serta kasih sayang yang tumbuh dari hatinya masuk ke celah-celah qalbu (hati) kita. Dengan kata lainnya antara keduanya telah memadu dalam perasaan dan sehati. ketika kita sakit dia akan ikut merasakan sakit.
Khâlil ibarat melihat diri kita sendiri saat bercermin. Dalam sejarah Islam kita dapat temukan persahabatan yang terjalin antara dua sahabat Rasululllah, Sayidina Abu Bakar dan Sayidina Umar. Suatu ketika ada orang berkata, “Saya tidak tahu siapa khalifah (kepala Negara), apakah engkau wahai Abu Bakar atau Umar ?”. Abu Bakar menjawab, “Saya tetapi dia”.Rasanya saya tidak perlu menjabarkan panjang lebar arti sebuah persahabatan yang buat saya adalah segala-galanya, melebihi saudara. Karena sahabat bisa hadir dimana saja, kapan saja tanpa harus didahului dengan hubungan nasab sebagaimana saudara. Toh semakin dekatnya hubungan sahabat, secara tidak langsung kita telah menjadi saudara. Saya teringat oleh sebuah pertanyaan yang dilontarkan oleh ibu saya disela-sela perjalanan kami mengunjungi teman beliau yang sakit di RS dr. Oen Solo Baru. Beliau bertanya, "Apa bagian terpenting dalam tubuhmu?" dengan gampang saya jawab " Mata, telinga, otak, dan hati". Saya sudahi jawaban tersebut dengan tanpa sedikitpun rasa bersalah karena saya yakin semua yang saya sebutkan benar. Dengan sedikit tersenyum, ibu saya menjawab, " Salah". Saya bingung dan ibu pun tidak ingin membiarkan saya dalam kebingungan. Supaya, konsentrasi dalam perjalanan tidak terganggu beliau menambahi, "Yang terpenting diantara bagian tubuhmu adalah bahumu, disitulah rasa kasih dan sayangmu pada temanmu terungkapkan. Di saat dia butuh kamu, dia akan "meletakan" kepalanya diatas bahumu, di saat shalat dia kan merangkulmu untuk berjamaah, di saat kamu lalai dia akan menepuk bahumu untuk mengingatkanmu".
Ya, setiap orang memiliki alasan dalam bersahabat. Ada yang bersahabat atas dasar kesamaan aktivitas, misalnya kita bersahabat dengan si A karena dia sama-sama menyukai kegiatan ke-organisasian. Tapi, ada juga yang bersahabat karena ada kepentingan. Misalnya persahabatan para politikus, karena itu dikenal dalam dunia politik istilah “Tidak ada sahabat abadi dan tidak ada musuh abadi, Yang ada hanyalah kepentingan abadi untuk menggapai kursi".
“Begitu mulianya sebuah persahabatan. Akan tetapi, kita dengan mudah dapat "melukai" persahabatan itu sendiri. Sahabat adalah orang yang sudah dekat dan akrab dengan kita. Sehingga setiap gesekan kecil antara kita tidak akan terasa sedikitpun”, Kutipan dari Abu Bakar Ra, diatas bisa dibaratkan, sahabat adalah kaca tempat kita bercermin karena kita dalah dia. Ketika kita "pecahkan" kaca tersebut maka jangan pernah berharap kaca tersebut dapat disambung atau direkatkan lagi sebagaimana awalnya.
Jika kita sudah memiliki sahabat, tidaklah mudah untuk memeliharanya. Ada orang pandai bersahabat tetapi tidak pandai memelihara persahabatan. Islam telah mengajarkan bagaimana seseorang memelihara persahabatan.
Kalau boleh saya klasifikasikan, ada tujuh tuntutan dalam persahabatan: (kesadaran yang dituntut). Pertama, jangan mencampurbaurkan antara serius dan canda; kedua, jangan jawab marah ataupun makian dengan hal yang serupa; ketiga, jangan sekali-kali melontakan kalimat yang dibencinya; keempat, jangan lupa memberikan penghargaan atas setiap saran yang dia berikan serta jangan mencaci jika sarannya tidak berhasil; kelima, kita juga dituntut untuk menjadi pendengar yang baik; keenam, jangan pernah menampakkan jasa kepada sahabat kita; ketujuh hargailah dia, waktunya dan keberadaannya. Hal itulah yang terpenting dimana seorang sahabat akan sangat berharga ketika selalu dianggap keberadaannya dalam segala kondisi terlebih disaat yang monumental seperti saat ulang tahun.
Persahabatan yang dilandasi oleh agama tak hanya membawa manfaat di dunia tapi juga di akhirat. Karena itu di hari kemudian ada tujuh kelompok yang mendapatkan kedudukan yang tinggi di sisi Allah salah satunya adalah dua orang yang bersahabat karena Allah, bertemu dan berpisah karena Allah (dalam tuntunan agama).
Secara umum, orang merasa senang dengan banyak teman. Manusia memang tidak bisa hidup sendiri. Sehingga, ia disebut sebagai makhluk sosial. Tetapi itu bukan berarti seseorang boleh semaunya bergaul dengan sembarang orang menurut selera nafsunya. Sebab, teman adalah personifikasi diri. Manusia selalu memilih teman yang mirip dengannya dalam hobi, kecenderungan, pandangan, pemikiran. Oleh sebab itu, Islam memberikan batasan-batasan yang jelas dalam persahabatan.Mencintai tanpa syarat;Berbicara tanpa perhatian;Memberi tanpa alasan;Peduli tanpa pamrih;Itulah inti dari persahabatan sejati.

No comments: