Wednesday, January 16, 2008

Belajar "gempa" di negeri "Taipei"

Sebenarnya pengalaman ini ingin aku "share" kan sejak lama dulu...tapi karena "malas"nya aku menulis topik ini dan ditambah lagi, pekerjaan akhir tahun yang memang banyak menumpuk ... (hehehe, untuk yang alasan terakhir ini "kadang" cuma alasan aja, sebenarnya males nulis...). Aku diberikan kesempatan oleh Allah, untuk menginjakkan kakiku di kota Taipei, bumi "Taiwan"... beberapa bulan lalu tepatnya akhir Oktober, tepat beberapa hari setelah Lebaran Idul Fitri. Aku berhasil lolos seleksi untuk diundang dalam International Training Program for Seismic Design of Structures 2007 (ITP 2007) yang diselenggarakan oleh National Center for Research on Earthquake Engineering (NCREE) dan disponsori oleh National Science Council.

Tanggal 21 Oktober, menaiki pesawat dari maskapai penerbangan ini, aku berangkat menuju Taipei, Taiwan. Penerbangan selama 4 jam, aku lalui dengan menonton "beberapa film", entertainment yang disediakan oleh maskapai tersebut. Singkat saja, aku mengikuti hampir seminggu training tersebut dengan jadwal yang teramat padat, namun aku sangat menikmatinya karena mendapatkan kesempatan yang mungkin sangat jarang aku dapatkan; meskipun aku bekerja di dunia pendidikan. Dalam training, aku belajar, bagaimana Taiwan secara baik mampu belajar dari pengalaman gempa bumi besar Chi Chi (1999) dan beberapa gempa sebelum dan sesudahnya. Mereka telah memiliki satu lab.riset yang sangat lengkap dengan skala nasional...

Sempat aku berdiskusi dengan delegasi dari Indonesia lainnya, yaitu pak Andreas (Gadjah Mada), mas Devy (Direk.Vulkanologi) dan pak Mulatno (Bakornas); andaikan di Indonesia, kita bisa membangun jaringan-kerja bersama dan menyatukan kekuatan riset terkait dengan kegempaan, tentunya banyak riset yang akan terrencana dengan baik dalam satu roadmap, fasilitas yang bisa disharing bersama (laboratorium nasional bersama) dan tenaga ahli yang lengkap ! huhuhuuuu... tentunya tak seperti saat ini, yang kadang antara satu riset dan riset lainnya tidak terintegrasi, terpadu, tidak saling berhubungan dan terkesan parsial; kadang pun topik riset bisa overlapping... Dan lagi, target pencapaiannya pun menjadi parsial saja dengan prioritas kemajuan institusinya masing-masing... Kalo kita punya laboratorium bersama, tentunya...aku berfikir (dan berharap), riset dan kajian mengenai kegempaan menjadi lebih terpadu, terfokus dan dapat mengambil pertimbangan "topik kajian apa" yang menjadi prioritas dan bisa memberikan manfaat secara optimal kepada bangsa Indonesia.
Dalam ITP 2007, kami, delegasi Indonesia mempresentasikan pengalaman dan keadaan penelitian kegempaan yang ada di Indonesia. File presentasi kami bisa didapatkan di link ini atau silahkan singgah ke blog laboratorium kami.

Aku belajar mengenai beberapa topik dan "HOT ISSUES" yang terkait dengan kegempaan diantaranya Geotechnical Engineering termasuk bidang SSI (soil structural interaction; baca definisinya disini), Liquefaction (likuifaksi atau "pencairan" tanah atau istilah akademiknya adalah perubahan fase tanah menjadi cair akibat naiknya tekanan air dan turunanya tegangan efektif tanah; baca definisinya disini), PGA (peak ground acceleration) dan simulasi numeriknya dan lesson learned from Chi Chi'99 on geotechnical cases. Selain itu, beberapa topik mengenai struktur dan retrofit-nya juga diberikan. Yang menarik sekali lainnya adalah kesempatan untuk mendapatkan penjelasan mengenai disain Tower 101 termasuk didalamnya Tuned Mass Dumper (TMD) yang terkenal itu, satu konstruksi peredam beban dinamik atau dalam istilah strukturnya adalah "damper" yang biasanya disimbulkan dalam "dashpot". Energi yang ditimbulkan oleh beban angin atau dinamik lainnya pada bangunan tinggi akan direduksi atau diabsorpsi (diserap) memalui TMD ini. Gambar dan video dibawah menunjukkan perilaku TMD akibat beban angin tersebut. TMD sangat penting bagi instalasi Tower 101 karena siklus angin berkecepatan tinggi atau dikenal sebagai "typhoon" sangat sering terjadi di Taiwan dan ditambah lagi gempa. Tower 101 dibangun dengan periodisasi konstruksi selama 7.5 tahun. Sistem bangunan mega-struktur tower 101 dibangun dengan mempertimbangkan faktor-faktor yang signifikan diantaranya biaya, disain arsitektur, performa seismik dan metode konstruksi. Sistem fondasinya terdiri dari 550 bored piles yang dipancangkan pada kedalaman sehingga memasuki lapisan bedrock.



Topik menarik lainnya adalah "sharing" pengalaman mengenai disain bangunan sekolah. Untuk yang satu ini, building code mereka (Taiwan: pen), sudah sangat lengkap. Mereka juga telah melakukan kajian dan riset mengenai evaluasi disain seismik dan retrofit untuk bangunan sekolah. Bahkan...mereka pun telah melakukan riset dengan "full scale". Satu pembelajaran yang baik untuk bangsa kita. Satu analogi yang penting disini adalah sekolah dan public building, misalnya pasar, serta bangunan instalasi penting seperti instalasi nuklir, bangunan untuk pemadam kebakaran, kepolisian dll, adalah perlu untuk didisan secara khusus. Hal ini dipertimbangkan karena, collapsed structures pada bangunan sekolah dapat mengakibatkan korban jiwa yang besar (jika terjadi pada jam sekolah) pada murid sekolah dan guru yang hadir di kelas pada saat itu; dan tentunya "mereka" adalah aset bangsa. Kerugian menjadi sangat besar tentunya....

Pengalaman pembelajaran lain yang penting adalah mempelajari sistem penanggulangan bencana gempa. Taiwan telah memiliki TELES yaitu suatu sistem untuk memberikan informasi yang sangat segera kepada pemerintah dalam memetakan daerah bencana, sekaligus untuk mendapatkan gambaran awal berapa kerugian ekonomi yang terjadi.

Mungkin sudah dalam taraf segera, para ahli seismik, struktur, geologi, gempa, ekonomi dll. untuk mau berfikir secara terpadu (bukan lagi parsial dan hanya sebatas institusional sendiri semata), bersatu (bersama-sama), menjalin jaringan kerja nasional (saya sempat berfikir... jika Bakornas BP, atau Pusat Studi Bencana milik LIPI atau instansi pemerintah lainnya untuk menjadi koordinator riset nasional yang bersifat terbuka (mengundang untuk bergabung) kepada masyarakat profesi dan akademik terkait, mungkinkah ?) dan tentunya berkelanjutan (nggak hanya pas ada bencana saja jadi hot issue..seterusnya..berhenti); untuk mengkontribusikan ilmunya bagi bangsa Indonesia dalam menghadapi bencana kegempaan di Indonesia...

1 comment:

Anonymous said...

Terima kasih tulisan mas Sri yang membuka wacana saya. Sangat relevan dan menjadi masukan dalam tulisan yang sedang saya kerjakan.

Struktur bangunan PR besar bagi Indonesia,namun jauh lebih dalam dari itu sebenarnya adalah komitmen bersama. Komitmen ini secara konsisten, terstruktur dan terencana. Sehingga pekerjaan kemanusiaan ini bisa maksimal. Sementara ini sudah banyak penelitian dan keahlian di masing2 bidang, namun belum di arrange dengan baik. Sehingga, salahsatunya, dibutuhkan commposer yang visioner untuk membawa misi kemanusiaan ini menuju ending yg indah.

Saya nulis beberapa di blog saya, mungkin Mas bisa kasih komentar. Saya masukkan blog panjenengan di Blogroll saya ya mas..
Terus berkarya mas Sri, Insya ALLAH bermanfaat.

ajiekdarminto
http://ajiekdarminto.wordpress.com